Fajar belum sempurna, embun masih membasahi
Kusiapkan kuda besi, untuk kembali berlari
Dering notifikasi, panggilan tugas menanti
Jaket kusam ini saksi, ribuan kilometer t'lah kulalui
Di atas aspal yang panas, kuadu nasib dan peluh
Aku sang pejuang rupiah, yang sering kau anggap lalu
Sahabatku terik mentari dan dinginnya badai hujan
Mengantar mimpi dan tawa orang, sementara rinduku tertahan
Masuk ke gang sempit, mencari alamat tak pasti
Menahan lapar di perut, demi paket sampai tepat janji
Kadang hanya senyum tipis, atau pintu yang tertutup rapat
Namaku tak pernah kau ingat, hanya seragam yang lekat
Di atas aspal yang panas, kuadu nasib dan peluh
Aku sang pejuang rupiah, yang sering kau anggap lalu
Sahabatku terik mentari dan dinginnya badai hujan
Mengantar mimpi dan tawa orang, sementara rinduku tertahan
Di balik helm ini, ada air mata yang jatuh
Melihat keluarga bahagia dari balik kaca yang berdebu
Terbayang wajah anakku, menanti di depan pintu
"Ayah kapan pulang?" bisiknya, menusuk kalbu...
Di atas aspal yang kejam, kuadu nasib dan peluh
Aku sang pejuang rupiah, yang lelahnya tak pernah kau tahu
Sahabatku doa ibu, dan harapan si buah hati
Mengantar kado bahagia orang, demi senyum mereka nanti
Lampu jalanan menyala...
Mesin motor perlahan memelan...
Satu hari lagi usai...
Di jalanan... kupertaruhkan...
Demi senyum... di rumah...